Selasa, 07 Juli 2020

Mempertanyakan Masa Yang Lalu


  Untuk yang belum membaca posting sebelumnya, bisa baca disini ya !

Beberapa hari lalu, aku sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatku. Seperti biasa, setelah lama tidak bertemu, banyak hal yang kami bicarakan, banyak yang kami ceritakan. Tidak lupa perihal kisah asmara yang sedang kami jalani. Terima kasih tuhan, hubungan mereka berjalan dengan baik-baik saja. Setidaknya mereka tidak harus mengalami waktu-waktu sendiri sepertiku.

Salah seorang di antara mereka menjalani hubungan yang sama seperti yang pernah aku dan perempuan itu jalani. Ya, sebuah hubungan dengan landasan keyakinan yang berbeda. Dia menceritakan segalanya dengan penuh semangat, raut wajahnya juga menunjukkan bahwa dia sangat bahagia dengan apa yang ia jalani. Sebagai seorang sahabat yang baik tentunya senang melihat bagaimana dia bahagia dengan apa yang ia jalani. Namun, aku tak bisa menampik, bahwa hal tersebut juga menjadi bahan bakar yang tepat bagi pikiranku untuk berubah menjadi mesin waktu. Lalu, menarikku kembali pada masa dimana aku memutuskan untuk pergi dan meninggalkan perempuan itu.

Jika ada pemicu yang tepat, sampai saat ini aku masih sering menanyakan,

 "Apakah apa yang aku lakukan ini tepat?"

Begitu banyak orang yang menjalani hubungan seperti yang aku dan dia jalani dulu. Banyak yang berakhir dengan kesedihan seperti apa yang aku dan dia alami. Namun, tidak sedikit pula yang masih menjalaninya dengan senyuman, kemudian berakhir dengan bahagia. Jujur, aku selalu merasa iri dengan mereka yang mampu menjalaninya dengan baik-baik saja. Seolah, itu bukanlah sebuah masalah yang harus dihadapi.

Selama 3 tahun berjalan, aku selalu berusaha memastikan, bahwa keputusan ini tepat dengan berbagai alasan rasional yang otakku pernah terima. Namun, jika aku mencoba memikirkan alasan mengapa aku pergi,

 "Apakah karena ia yang sering terbakar api cemburu?"


Ah, entah sudah berapa kali hal tersebut terjadi. Aku pun juga telah terbiasa menghadapinya yang terbakar api cemburu dan membakarnya habis tanpa ampun. Memang menjengkelkan, namun... Aku rasa itu tidak sepenuhnya menjadi alasan.

 "Mungkin karena ia yang sering memarahiku atau ia yang seringkali begitu menyebalkan?"


Aku pernah mengatakan bahwa aku ikhlas menerima semua amarahnya, asalkan itu dia, bukan orang lain. Dan bukankan, hal menyebalkan darinya juga merupakan sesuatu yang terkadang aku rindukan? Hal itu membuatku semakin jelas mengetahui, bahwa satu-satunya alasan adalah dinding yang tidak mampu aku lewati.

Tidak jarang aku mempertanyakan keputusanku untuk pergi tepat atau tidak. Terutama, jika mengingat bahwa sampai saat ini belum ada perempuan lain yang mampu mengisi hatiku yang hampa dan kosong. Aku tak pernah lupa bagaimana aku sangat mencintai perempuan itu. Hingga selama ini, tak terhitung sudah berapa kali aku membunuh hatiku sendiri untuk tetap terlihat dan bersikap baik-baik saja. Mungkin, hal itu yang membuatku menjadi mati rasa dengan perempuan-perempuan baru yang mungkin datang dan mencoba untuk menyembuhkannya.

Belakangan ini, bayangan dan kenangan tentangnya beberapa kali menghampiri pikiranku. Sayangnya, aku terlalu takut untuk membunuh pikiranku berulang kali, seperti yang telah aku lakukan pada hatiku. Karena setidaknya, mati rasa lebih baik dibandingkan mati akal. Apalagi, jika mengalami keduanya, aku tidak mampu membayangkan bahwa akan ada hal baik lagi yang akan datang dalam hidupku bila itu terjadi. Satu-satunya hal yang mampu aku lakukan hanyalah menerima datangnya potongan-potongan kenangan tersebut tanpa mampu melawan, hingga akhirnya mereka bosan dan pergi. Lalu, kembali membunuh hatiku, sehingga semuanya tetap akan baik-baik saja.


Related Post:

Widget by [ Iptek-4u ]

Judul: Mempertanyakan Masa Yang Lalu; Ditulis oleh anginsepoi; Rating Blog: 5 dari 5

2 komentar: