Rabu, 24 Februari 2021

Sebuah Cerita Pria Membosankan


  Untuk yang belum membaca posting sebelumnya, bisa baca disini ya ! 

Bagaimana rasanya menjadi berbeda? Dia benar-benar mengetahui jawabannya. Memang, setiap orang terlahir berbeda dengan membawa keunikannya masing-masing. Tapi di masa sekarang ini, setidaknya ada satu hal yang sama dari setiap orang yang menjalani hidupnya. Sehingga membuat mereka berada dalam suatu kelompok-kelompok tertentu. Namun, tahukah kalian bahwa di antara orang-orang yang mencoba menjadi seragam itu tetap saja ada orang yang masih terasingkan sendirian? Ia merasa... Ia adalah manusia minoritas tersebut. Manusia yang entah bagaimana menapaki jalannya sendiri, sembari termenung melihat orang-orang yang sibuk berlalu-lalang di jalan lain.

Ia masih ingat, sejak kecil ia sering sekali diberi predikat berbeda oleh berbagai macam orang. Dalam beberapa hal, menjadi berbeda itu menyenangkan. Tapi dalam konteks lainnya, hal itu juga menyebalkan. Ia tidak bisa berkomunikasi sembarangan dengan orang lain, karena tidak semua mampu mencerna apa yang ia sampaikan, sehingga seringkali ia berpikir begitu lama hanya sekedar untuk mengucapkan beberapa patah kata. Dan di mata orang, tentunya ia akan begitu terlihat membosankan dan menyebalkan. Ia akan menjadi orang yang seolah-olah ada atau pun tidak, tak akan pernah memberikan perbedaan pada suasana di sekitarnya.

Bagi beberapa orang, mungkin menyebalkan sekali untuk menjadi berbeda. Namun menurutnya, ini tidak seburuk itu, ia hanya perlu mencintai dirinya sendiri, percaya pada dirinya sendiri bahwa menjadi unik bukanlah hal yang buruk. Mungkin, memang menyebalkan karena hanya segelintir orang yang mampu memahami bagaimana ia berpikir dan bertindak. Tapi percayalah, ia tidak perlu mencari orang-orang yang mampu memahaminya, cukup cari saja orang-orang yang mampu memaklumi itu, orang-orang yang mampu mengerti bahwa ia tidak bisa menjadi seperti orang pada umumnya. Apa ia sudah menemukan orang-orang tersebut? Ya, ia merasa sudah menemukan sebagian dari mereka, ia sangat bersyukur karena tuhan mengirimkan mereka ke dalam kehidupannya.

Sebagai seorang pria yang selalu berpikir dan bertingkah seolah-olah dia berada di dalam dunia terisolasinya sendiri, menyenangkan sekali ketika ia bertemu dengan beberapa orang penyusup yang mencoba untuk mempelajari, "Bagaimana dunia orang yang membosankan ini?" Bertemu beberapa orang yang dengan senang hati mencoba mempelajari dunia itu, dunia yang mungkin tidak luas, namun setidaknya nyaman bagi pria yang membosankan itu. Setiap hari, pria itu hanya berdiam diri di sana, sesekali mungkin dia mengintip keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi. Jika semuanya sedang baik-baik saja, ia akan berjelan-jalan sejenak hingga merasa lelah, kemudian kembali lagi ke dunia kecilnya.

Baginya, hubungan dengan orang lain itu hanyalah seperti sehelai rambut, beberapa ada yang sangat kuat, beberapa pula ada yang rapuh dan sangat mudah untuk patah. Dengan pemahamannya itu, dia tidak pernah sekalipun terlalu berharap dengan hubungan terhadap orang lain. Baginya, jika seseorang pergi, mungkin memang sudah begitu seharusnya. Dia tidak sepenuhnya merasakan kehilangan. Apa ia tidak punya rasa? Tentu saja dia punya, dia hanya memahami bahwa tidak semua orang mampu menerima dirinya yang memiliki dunia utopianya sendiri. Sehingga, jika dia melihat ada orang yang datang mendekat, dia sudah bersiap jikalau orang itu hanya ingin mengintip sejenak untuk kemudian pergi.

Jikalau senggang, mungkin kalian bisa menyapanya sejenak, mencari tahu apa yang ia simpan di dunianya yang kecil. Percayalah, bagaimanapun cara kalian datang menyapa, ia akan selalu menyambut kalian dengan sebuah senyuman yang hangat dan panduan yang menyenangkan tentang dunianya.

Related Post:

Widget by [ Iptek-4u ]

Judul: Sebuah Cerita Pria Membosankan; Ditulis oleh anginsepoi; Rating Blog: 5 dari 5

2 komentar:

  1. bagaimana cara mengikhlaskan orang yang sudah pergi di kehidupan kita?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dengan cara mengikhlaskannya :) Kalau masih diikhtiarkan namanya belum mengikhlaskan :)

      Hapus