Hai, semuanya!!!! It really a long time isn't it? Mohon maaf karena belakangan ini mungkin nggak pernah muncul lagi dengan tulisan-tulisan baru yang entah menyenangkan atau menyebalkan untuk dibaca. Banyaknya kesibukan dan tidak adanya mood menulis menjadi alasan utama sih. Tapi, hari ini kebetulan lagi libur dan agak santai juga, ditambah juga kemarin malam aku baru saja menonton sebuah film yang menjadi inspirasiku untuk membuat tulisan ini.
Well, jadi ceritanya kemarin akhirnya aku menonton film Ranah 3 Warna setelah sekian lama aku mencari cara untuk menontonnya, akhirnya aku menemukannya di salah satu platform streaming film-film yang namanya tidak perlu aku sebut karena aku tidak dibayar untuk promosi. Film ini merupakan sebuah film yang diangkat dari novel trilogi Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Aku memiliki ketiga buku dari trilogi ini, dan menurutku ketiganya sangat bagus untuk dibaca. Setelah sempat kecewa ketika menonton film Negeri 5 Menara yang menurutku kurang berkesan. Potongan-potongan scene film Ranah 3 Warna yang sebelumnya berseliweran di Tiktok akhirnya menggugah rasa penasaranku untuk pergi menontonnya.
Saat itu aku berencana untuk menonton film itu dengan pacarku, tapi sayangnya saat aku akan pergi menontonnya, ternyata film itu sudah tidak tayang lagi di bioskop di Bali. Hahhh.... Yasudahlah pikirku, mungkin bisa menontonnya online nanti. Dan akhirnya aku mendapatkan kesempatan itu setelah sekian lama wkwkwkwk.
Singkatnya, film ini menceritakan tentang kisah seorang anak bernama Alif Fikri. Diceritakan, Ia adalah seorang anak yang berasal dari desa kecil di dekat Danau Maninjau, Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Meskipun sebelumnya ia menempuh pendidikan sebagai santri di Pondok Madani, Jawa Timur. Namun, Ia memiliki cita-cita besar untuk bisa berkuliah dan menuntut ilmu hingga sampai ke Amerika. Apalagi jika mengingat salah seorang sahabat kecilnya yang sejak awal menempuh bangku pendidikan formal secara umum dan akhirnya menjadi mahasiswa di ITB, Randai. Ketika sedang bermain bersama, Randai seringkali mengolok-olok Alif dan mencoba untuk mengerdilkan ambisinya dengan mengatakan
"Kamu hanya berasal dari Pondok, mana mungkin bisa berkuliah sampai ke Amerika, sudahlah kamu mengajar Agama saja di sini."
Meskipun berulang kali mendengar cemoohan dari Randai, api semangat dalam hati Alif tidak pernah padam. Malahan, api itu membakar lebih hebat lagi, membuat ia lebih semangat belajar untuk mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Singkat cerita, ia berhasil menjadi seorang mahasiswa di UNPAD dan perjalanannya untuk menginjak tanah Amerika pun dimulai.
Sangat berbeda dengan ketika menonton film Negeri 5 Menara, kali ini film Ranah 3 Warna digarap dengan baik dan aku yakin pesan dari film ini bisa disampaikan dengan baik.
Pada bagian pertama film, kita masih berkutat dengan mantera yang sama dengan cerita pada Negeri 5 Menara,
"Man Jadda Wajada, Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil"
Pada bagian ini, diceritakan bagaimana Alif sungguh-sungguh berusaha untuk belajar agar bisa diterima di perguruan tinggi dan program studi yang Ia inginkan. Kemudian setelah tesnya usai, di perjalanan pulang Alif diajari mengendarai motor oleh ayahnya. Meskipun awalnya Ia terjatuh, namun Ia tidak menyerah, Ayahnya pun tetap menyemangatinya bahwa Ia pasti bisa melakukannya.
Tiba akhirnya pada hari diumumkannya hasil kelulusan dari tes UMPTN (dulu namanya kayak gini ya, maklum kan latar tahun jadul,guys). Alif dan Ayahnya menunggu kedatangan penjual koran di salah satu jalan besar di dekat desanya. Penantian mereka berbuah manis, akhirnya mereka melihat nama Alif terpampang di koran dan dinyatakan lulus.
Aku cukup terkesan dengan scene ini, karena menarik kenanganku kembali ke beberapa hal yang telah berhasil aku lewati selama hidup di dunia ini. Aku juga dulunya sempat merasakan bagaimana rasanya deg-degan menunggu pengumuman seleksi masuk ke Perguruan Tinggi, menunggu pengumuman hasil rekrutmen pekerjaan, hingga akhirnya aku teringat Mamaku pernah berkata.
"Dan, Mama sama Papa selalu bangga sama Wildan."
Kembalinya kenangan itu rasanya seperti menggedor kantong air mataku untuk terbuka. Tapi, sebagai lelaki kuat aku masih mampu mengatasinya.
Pada scene itu juga kita diperkenalkan pertama kali dengan mantera yang akan selanjutnya sering kita lihat dalam film ini,
"Man Shabara Zhafira, Siapa yang sabar akan beruntung"
Yaps, mantera kedua yang akan menjadi jiwa dari film ini.
Berkali-kali Alif dihempaskan jatuh oleh berbagai masalah yang terjadi dalam hidupnya. Selama itu, ia selalu berpegang teguh dengan mantera ini, Man Shabara Zhafira. Hingga pada akhirnya, ada dua kejadian yang membuatnya hampir menyerah pada mantera ini. Karena ia merasa, ia sudah cukup sabar. Tapi, kenapa rasanya tidak ada satu pun hal baik yang menghampirinya. Hingga mendekati klimaks cerita, kita diajarkan sebuah konsep tentang bersabar secara aktif.
Konsep bersabar secara aktif ini menurutku cukup menohok. Dimana seringkali kita temui, atau mungkin diri kita sendiri merasa kita sudah selalu bersabar, dan mengatakan sudah cukup saya bersabar hanya karena saat itu kita sekedar menanti dan menerima tanpa melakukan usaha yang lebih untuk mengubah situasi yang sedang kita jalani.
Di sini kita kembali bertemu dengan 3 pilar penting yang harus dimiliki manusia dalam hidupnya, Ikhtiar, Tawakal, dan Ikhlas. Dimana bersabar dengan benar adalah perpaduan dari ketiga pilar penting ini. Di mana kita ikhlas menerima kondisi yang sedang kita jalani, kemudian kita berikhtiar untuk bisa mengubahnya, dan terakhir bertawakal terhadap kelanjutan cerita yang akan kita alami. Karena masa depan merupakan kuasa-Nya yang tak sedikitpun bisa kita singkap ceritanya.
Jika ketiga konsep tersebut sudah mampu kita aplikasikan dalam hidup, mungkin tidak ada lagi yang namanya batas kesabaran yang habis. Yang ada hanya ikhlas menerima yang terjadi, kemudian berusaha dan bertawakal untuk membuat semua menjadi lebih baik.
Sebagai penutup cerita, akhirnya Alif dan kawan-kawannya pun lulus kuliah. Saat wisuda, teman-temannya mendesak Alif untuk menyampaikan perasaan yang Ia rasakan selama ini kepada seorang gadis bernama Raisa. Sebenarnya sepanjang cerita, kita menyaksikan adegan bikin greget dimana Alif berkali-kali mencoba untuk menyampaikan perasaannya pada Raisa, namun selalu saja ada hal yang datang mengganggu dan mengurungkan hal itu terjadi. Namun, kali ini ia memiliki kesempatan terakhir.
Teman-temannya menyemangati Alif untuk meminta waktu pada Raisa terkait hal ini, Man Jadda Wajada, salah satu mantera kunci kembali terucap dari mulut salah seorang sahabatnya, sehingga membuat Alif semakin yakin untuk maju.
Namun, sangat disayangkan bagi Alif, ketika ia hendak menyampaikan apa yang selama ini ia rasakan, ia melihat sebuah cincin berada di jari manis Raisa, yang nantinya terbongkar bahwa Raisa telah bertunangan dengan seseorang dan akan segera menikah. Di sini Alif kembali merasa hatinya sangat hancur.
Dan terakhir kalinya dalam film ini, kita akan melihat Alif mengutuk mantera Man Shabara Zhafira. Ia merasa selama ini ia sudah cukup bersabar, namun Ia tidak mendapatkan apapun yang Ia inginkan.
Tiba-tiba saja kita akan dibuat terkejut dengan salah seorang temannya yang marah mendengar protes Alif dan kemudian menceramahi Alif tentang bersyukur.
Aku sangat suka bagaimana diselipkan salah seorang temannya menyampaikan kalimat Man Jadda Wajada sebelum Alif maju menyampaikan perasaannya dan ternyata Ia gagal. Padahal katanya arti kalimat Man Jadda Wajada adalah Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Nyatanya tidak pada Alif. Di sini kita diajarkan bahwa terkadang keberhasilan itu bukan tentang apa yang kita inginkan, tapi tentang mendapatkan apa yang menurut Allah SWT terbaik bagi kita berdasarkan semua usaha yang telah kita lakukan. Namun, jika kita berpikir sederhana, paling tidak Alif berhasil menyampaikan perasaannya.
Lalu selanjutnya bersyukur, sebuah hal yang tepat untuk disampaikan sebagai penutup cerita sebuah film yang sepenuhnya menyampaikan pesan tentang bersabar. Karena, setelah semua hal yang telah kita lakukan, penutup terbaik adalah bersyukur akan segala hal yang telah kita terima dan lalui. Entah itu baik atau pun buruk. Karena di sini sekali lagi kita perlu mengingat, bahwa apa yang kita ketahui itu terbatas, baik untuk kita, belum tentu baik menurut Allah SWT. Konsep singkat mengenai ini bisa teman-teman baca di tulisanku ini.
Bersabar dan Bersyukur.
Seperti salah satu hadits Rasulullah Muhammad SAW berikut,
"Sesungguhnya setiap urusan mereka adalah kebaikan. Hal ini tidak terjadi kepada seorang pun kecuali bagi orang mukmin. Apabila ia mendapat kebahagiaan, maka ia bersyukur, maka itu baik baginya, dan apabila ia mendapatkan keburukan, maka ia bersabar, dan itu pun baik baginya (HR. Muslim no. 2999)."
Menurutku, trilogi ini merupakan serial yang sangat baik untuk teman-teman baca dan khusus untuk film ini ditonton. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil berupa hal-hal kecil dan sederhana, namun sangat bermakna jika kita bisa mengaitkannya dengan baik dalam hidup kita. Aku ingat ada sebuah kejadian lucu disampaikan di cerita Negeri 5 Menara tentang implementasi ikhlas. Salah seorang teman Alif mengutarakan bahwa Ia sudah lelah belajar, Ia akan tidur sekarang karena merasa sangat mengantuk, Ia ikhlas jika dimarahi oleh gurunya karena tertidur hahahaha.
Terkesan sederhana dan nyeleneh, tapi tidak salah. Konsep sederhana dalam menyampaikan berbagai nilai-nilai yang seringkali dirasa kompleks dan rumit dalam hidup.
Aku tidak tahu untuk teman-teman yang lain. Tapi bagiku setiap saat mendengar mantera-mantera yang disampaikan dalam trilogi ini, rasanya hatiku selalu bergetar. Seolah-olah mantera itu benar-benar memiliki kekuatan magis untuk menggerakkan hati orang yang mendengar atau mengucapkannya. Aku benar-benar merekomendasikan trilogi ini untuk teman-teman tonton dan baca paling tidak sebagai hiburan, tapi aku berharap semoga bisa juga menjadi manfaat bagi teman-teman semua, aamiin.
Well, that's all for today, see you in the next posting!